Blogging for A Reason

By
Nur Isdah Idris

Awalnya kebiasaan menulis, ups, mengetik tidak saya miliki. seringkali saya terheran-heran, takjub bahkan penasaran bagaimana para penulis itu menjalani hidupnya? terlebih jika penulis itu seorang ibu, memiliki anak lebih dari satu dan dia merupakan seorang professional.

Saya seorang ibu dengan dua orang anak berumur 8 dan 3 tahun. Rasanya saya memerlukan waktu lebih dari 24 jam untuk mengurus mereka, mengurus rumah dan kampus. ditambah dengan menulis satu artikel? sepertinya saya tidak mampu. Wuiiih!

Makanya saya selalu penasaran akan ibu yang hidupnya kurang lebih mirip dengan hidup saya. Namun dia mampu menghasilkan satu bahkan dua tulisan setiap harinya. Hufft! Jika ada yang sempat memperhatikan saya, pasti dia akan tahu bahwa setiap pertanyaan yang saya ajukan kepada semua penulis wanita hanya satu: Di mana dia meletakkan laptop/komputer di dalam rumahnya.

Ha..ha…ha.. lucu ya pertanyaan saya. Pertanyaan itu muncul karena saya tidak bisa membayangkan laptop saya berada di ruang kerja saya sepanjang hari. Mana mungkin bisa, 20 menit saja saya berdiam di sana, pasti kedua anak itu sudah mengekor ke ruang kerja dan bukannya kerjaan beres hanya ketakutan akan skripsi mahasiswaku di meja yang akan porak-poranda. Saya juga tidak membayangkan laptop ada di meja makan saya. Setahun yang lalu Macbook Pro suami saya tersiram susu yang dengan sengaja bin sadar dituangkan di atas keyboardnya dan saya hanya lemas melihatnya dari jauh. lalu di mana? Di depan tivi, apalagi. Di dalam kamar di atas tempat tidur. boro-boro, pasti suami komplen setengah mati.

Jawaban dari penulis wanita yang saya tanyai berbeda-beda. Beda ekpresi muka maksudnya. tentunya jawaban mereka sama sekali tidak bisa diprediksi mengingat jawaban itu lahir dari kebingungan. ha..ha..ha…. Mau tahu jawabannya?

Jawaban saya saja ya. Laptop itu ternyata diletakkan di dalam jiwa, dia berupa alasan, kekuatan dan semangat untuk menulis. Lama saya cerna dan fikirkan, semakin lama saya fikir semakin berat untuk saya menulis eh mengetik. Jadi saya tidak berfikir apa-apa lagi, langsung saja saya buka laptop dan voilaa, akhirnya saya bisa menyelesaikan satu tulisan eh dua bahkan tiga tulisan di satu malam. takjub saya akan diri sendiri. Memang benar kata Dewi Lestari si penulis itu, katanya : tulisan itu adalah perkawinan ide dan penulisnya. Sehingga kapanpun si ide menyapa, yuk mari kita mengetik.

Akhirnya setelah beberapa waktu mulai disiplin meluangkan waktu “mengetik” saya pun mulai merasa on the track ke pencapaian tujuan-tujuan terselubung di dalam diri saya. Salah satunya “berbicara dengan baik!” Saya tau kemampuan saya berbicara lugas di depan orang banyak. Saking percayanya akan kemampuan verbal yang saya miliki, saya seringkali dengan mudahnya berbicara straight forward ke orang lain. Tanpa filter tanpa tedeng aling-aling. ocehan saya bisa berkecepatan ratusan kilometer per detik tanpa bisa ter-rem. Ternyata benar kata sahabat, penyair pujaan, saya si @hurufkecil. Tulisan membuat kita akur dengan makna yang akan kita tuliskan. Sedikit demi sedikit melatih kecepatan otak untuk memilih kata yang tepat untuk dikeluarkan baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk ucapan.

Alasan yang kedua adalah alasan klasik sepanjang masa. hahahaha. Saya menulis karena saya ingin abadi. Hanya tulisannlah yang membuat kita hidup sepanjang masa, tetap hidup dalam tulisan-tulisan yang kita ciptakan. ah, Penyair sahabat saya itu pantesan kelihatan awet muda terus yah? Dia tau dia akan hidup sepanjang masa, sepanjang karya-karya dibaca orang. Saya, sih, sebenarnya dalam relung hati yang terdalam hanya menginginkan nama saya masuk dalam mesin pencarian mbah google. hahahaha

Alasan selanjutnya , ini merupakan alasan yang paling tidak membahagiakan dalam daftar ini, saya menulis karena saya seorang pengajar. Hiks…Hiks. Kewajiban saya mentransfer pengetahuan yang saya miliki ke dalam bentuk “hard copy” alias tulisan. Terus terang ini membuat menulis menjadi menjengkelkan karena menjadi suatu keharusan bukan leisure. Kalian tentu heran jika saya mengatakan saya bisa berbicara di depan kelas eight to five tapi belum tentu bisa menyelesaikan tulisan yang diterangkan tadi ke dalam lima-sepuluh halaman kertas. Huh!

Alasan terakhir yang saya pikirkan adalah “to express my think”. Jauh sebelum saya menulis dan mengajar, I have a biggest fan of my idea. Dia adalah suami saya. walaupun dia adalah pengkritik utama saya dan yang kedua anak saya. hahahahah. Sinar antusias di matanyalah yang membuat saya mau mengetik menuliskan sebuah ide. saya mau membagi ide di benak saya sama dengan saya mau membagi kebahagian berbagi ide dengan suami. ah, indahnya.

Saya mungkin agak terlambat untuk jatuh cinta pada kegiatan menulis ini, tapi kebiasan ini bisa membuat saya jatuh cinta lagi melihat anak sulung saya mulai ikut sibuk dengan diary, komputer, dan tulisan. Yup, dia mulai meniru jatuh cinta pada menulis.

On the dining table, Bukit Baruga 27 Oktober 2014.
Selamat hari blogger…

One thought on “Blogging for A Reason

  1. Hahahaha … saya pernah ditanya oleh Isdah dan saya pernah mendengar Isdah menanyakan pada penulis lain
    Alasan kedua bisa jadi motivasi sangat kuat Isdah, mari bikin prasasti sejarah kita 😀

    Lalu … .suami memang motivator utama. Suami saya adalah motivator utama saya. Orang yang paling percaya saya bisa menulis adalah dia. Karena dia percaya maka saya percaya diri padahal saya merasa sebagai orang yang paling minderan di seluruh dunia, sampai2 rasanya kalau ada lomba orang terminder sedunia saya bisa menang deh wkwkwkwk

    Keep writing ya …. senang membaca gaya menulis Isdah. Sangat unik. Insya Allah Makassar akan ketambahan warna dari seorang ibu lagi yang doyan menulis dan ngeblog 😀

Comments are closed.